Langsung ke konten utama

Gunadarma University

Clock

Cerpen "Sebuah Penantian"

Sebuah Penantian

    Mengambil  kesempatan di dalam kesempitan, mungkin hal itu yang layaknya sekarang dilakukan. Untuk bertahan hidup di sepanjang waktu. Hari demi hari sudah ku habiskan tanpa seorang ibu yang menemani. Kira-kira lebih dari dua tahun lamanya, ibu bekerja ke luar negeri menutupi seluruh hutang-hutang demi bertahan hidup . Sementara dengan saudara-saudara kandungku disini tak cukup menghilangkan betapa rindu kepada ibu yang jauh disana.
    Rindu yang sekian lama dinanti, tapi ibu tak kunjung datang. Walaupun kata-kata ibu di telepon yang membuatku berharap, tapi tetap saja itu menjadi senjata ampuh untuk menarik ku ikut pergi bersamanya. Ibu rela menjadi seorang pedagang demi menutupi semua hutang dan menghidupi anak-anaknya seorang diri. Entah apa yang ada dalam pikiran ibu, begitu kuat dan tegar. Baginya, pekerjaan yang paling mulia adalah menjadi seorang pedagang. Yang melayani setiap pembelinya dengan penuh kesabaran.
    “Pokoknya Kathin, kau tak boleh hanya diam berusahalah selagi waktu masih bersamamu, kejar cita-citamu setinggi langit dan apa yang kau tanam akan kau petik hasilnya kelak.”
    “Tapi Bu, aku hanya ingin ibu kembali bersamaku dan kakak-kakak disini.Ku tau aku harus hidup mandiri tapi aku sangat merindukanmu,”  jawabku dengan penuh harapan.
    “Jangan membantah, Kathin. Ku tau kau anak Ibu yang penurut, aku berjanji akan membawa kalian kesini. Jangan khawatir, Nak. Ku akan menepati janji terhadap mu  dan kakak-kakakmu kelak. Doa Ibu selalu menyertai setiap langkahmu.”
   Kami mengatakan apa yang dirasa. Bersamaan dengan itu aku menghela napas panjang dengan perasaan teramat sedih bercampur rindu. Titah ibu semakin yakin untuk berjuang dan menerapkannya kepadaku. Kemauan ibu tidak akan dapat   dipatahkan oleh siapa pun.
    Makin larut keadaan yang ku alami, makin sering aku merasa kesepian. Tapi segelintir kalimat yang ibu ucapkan selalu terlintas di kepala untuk selalu melangkah kedepan meraih cita-cita yang sekian lama diimpikan. Apa kakak-kakak yang lain juga seperti ini, aku tak tahu dan tak perlu tahu. Ku tahu diri dan akan menjadi seorang wanita kuat seperti ibu.
    Ku tak akan menyerah, tak akan pernah ada kata menyerah di dalam kamus hidupku. Karena beliau tidak suka dengan orang yang selalu menyerah. Takut menjadi orang yang tidak bermanfaat, bila terus saja diam dan mengandalkan orang lain. Tak terasa satu tahun pun berjalan, aku berhasil  mengisi waktu kosongku dengan mencari penghasilan sendiri walaupun yang didapat tidak seberapa. Langkahku semakin yakin untuk menyusul ibu. Akan ku sisihkan sebagian penghasilan yang didapat untuk membantu ibu. Sebagian lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama kakak-kakak disini. Ya paling tidak bekerja menjadi pelayan toko, bisa membuatku lebih menyadari betapa susahnya mencari pekerjaan di kota besar seperti Jakarta ini.
    Pendapat orang lain tentang keluargaku tidak sepenuhnya benar, harus kuakui memang keadaan ini membuatku terkesan tak adil. Hidup tanpa ibu dan ayah, sejak ibu pergi demi berjuang hidup pun aku tidak mengiizinkan sepenuhnya. Tapi lain halnya dengan takdir Tuhan yang membuat rencana lain untuk ayah. Sebenarnya tidak berharap sama dengan takdir-Nya. Mau bagaimana lagi, kita tidak akan mengubah dan mengembalikan sosok ayah untuk bersama lagi. Waktu berjalan lebih dari sembilan belas tahun, mencoba menghapus luka atas kepergian ayah. Alhasil mimpi buruk pun tiba dan menjelma yang mengharuskan ibu untuk pergi keluar negeri menjadi pedagang.
    Di dalam impian terakhir yang belum kucapai hingga detik ini, ingin sekali aku membahagiakan keluarga dan kami berkumpul bersama kembali menjadi satu kesatuan keluarga yang utuh seperti sembilan belas tahun yang lalu. Memilih dan merencanakan sesuatu memang mudah untuk dilakukan setiap manusia, tapi takdir sepenuhnya milik Sang Pencipta. Entah kami menyusul ibu atau ibu yang kembali bersama kami ke Indonesia. Doa dan harapan selalu kulantunkan hanya demi keutuhan keluarga. Hingga saat inilah ucapan ibu yang selalu menjadi kekuatan utama untuk aku bertahan hidup sejauh ini.
    Segala upaya aku lakukan untuk mendapatkan penghasilan supaya aku tidak menyusahkan keluarga yang lain. Kabarpun aku tak tau apalagi untuk meminta kepedulian dari mereka. Tak banyak kata yang diungkapkan, hanya perasaan sakit mendalam yang selalu hadir menyertai kepedihan ini. Begitu juga dengan perasaan yang ibu alami disana. Batin terasa tersiksa, tapi harus bagaimana lagi? Aku bukan bayi yang harus selalu dimanja, ditimang-timang dan diberi tahu tentang apa yang harus dilakukan dan tidak harus dilakukan. Aku diciptakan untuk berusaha bukan mengeluh, dilahirkan untuk bekerja bukan meminta. Malu dengan umur yang sudah 20 tahun, seharusnya mampu melanjutkan kuliah tetapi dengan keadaan seperti ini apa boleh buat. Dengan niat dan usaha akhirnya Tuhan memberikan jalan.
    Tuhan memberikannya lewat kakak perempuanku, dia yang memberikan kesempatan untuk aku bekerja di sebuah bank tempatnya sekarang bekerja. Memang ini sebuah kejutan yang tidak disangka. bahkan pengalaman kerja yang paling berkesan. Jadi ingat apa yang dikatakan ibu, “Pokoknya Kathin, tak boleh hanya diam berusahalah selagi waktu masih bersamamu, kejar cita-citamu seitinggi langit dan apa yang kau tanam akan kau petik hasilnya kelak.” Seakan-akan hal itu yang membangkitkan semangatku kembali sedia kala. Sebuah kalimat yang dilihatnya sederhana tetapi bisa membuat anaknya menjadi semangat kembali. Walaupun tak bisa melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi, aku tetap bangga karena atas doa dan usaha aku dapat bekerja untuk mempunyai penghasilan sendiri. Yang mana penghasilan itu akan kusisihkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sebagiannya lagi akan ditabungi untuk membantu biaya kebutuhan ibu.  Harapan yang selalu hadir untuk ibu akhirnya sudah terlampaui. Tinggal waktu yang menentukan kapan kami dapat berkumpul bersama. Satu dua atau tiga tahun itu belum tentu. Tapi yang pasti aku akan selalu menyayangkan setiap waktu yang terbuang begitu saja. Waktu yang diberikan hanya satu kali seumur hidup, sama dengan kesempatan yang datang hanya diberikan satu kali.
                                                                                                           
                                                                                                                          Karya


                                                                                                           Anak Agung Kartika Sari

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumpulan Sertifikat

Sertifikat 1 Sertifikat ini saya dapatkan ketika saya masih di tingkat 1 semester 2. Waktu itu saya duduk dikelas 1PA19. Bisa terlihat jelas dan tertera di sertifikat tersebut bahwa seminar bidang psikologi ini dilaksanakan di kampus J1 Universitas Gunadarma, Kalimalang, Bekasi. pada tanggal 27 Maret 2015. Dalam seminar ini, saya sebagai peserta. Tema yang diangkat dalam seminar ini yakni  Women and Surroundings:   To Treat and To Be Treated.   Pada waktu itu, dalam seminar ini perempuan yang paling banyak menghadiri seminar ini dibandingkan laki-laki, namun tidak menutup kemungkinan ada juga laki-laki yang hadir untuk mengikuti seminar yang sangat penting ini, termasuk teman kelas saya. Dalam seminar ini lebih membicarakan hal-hal perempuan, dimana banyak membicarakan apa yang dilakukan dan yang seharusnya dilakukan untuk lebih menghormati hak-hak perempuan. Saya lupa sekali siapa pembicara dalam seminar ini, namun yang pasti yang menjadi pembicara tersebut ad

Who is Frank Epperson?

Frank Epperson (1894-1983) Penemu Es Lolipop A pa  kalian kenal es lolipop dan apakah kamu menyukainya? Yaps sekarang kita bahas yuk tentang es lolipop. Es lolipop itu merupakan jenis es yang disangga dengan stik atau batang kayu. Es lolipop ini bisa berupa eskrim, es lilin, atau es bercita rasa buah. Nah tahukah kamu siapa yang pertama kali menemukan cara membuat es lollipop? Beliau adalah Frank Epperson. Bapak Frank berasal dari Sanfransisco, California, Amerika Serikat. Beliau menemukan cara membuat es lolipop tanpa di sengaja ketika usia nya 11 tahun. Kala itu musim dingin, beliau meninggalkan segelas air soda beserta stik pengaduk di beranda rumah nya. Karena suhu udara sangat dingin, keesokan harinya air soda itu membeku  dengan stik tertancap di dalamnya.                              Pada 1922, Bapak Frank memperkenalkan hasil temuanya untuk pertama kalinya. Beliau menyajikan es lolipop di acara pesta dansa petugas pemadam kebakaran . Para pengunju