Nama :
Anak Agung Kartika Sari
NPM :
10514983
Kelas :
3PA14
Tugas Ke 4 Psikologi
Manajemen
I.
Empowerment,
Stres dan Konflik
A.
Pengertian Empowerment
Menurut ClutterBuck, et.al. (1995) mengemukakan
bahwa “empowerment in terms of
encouraging and allowing individuals to take personal responsibility and
improving the way they do their job and contribute to the organization’s goal.”
Atas pendapat tersebut, menunjukkan bahwa pemberdayaan dimaksudkan sebagai
suatu pemberian semangat dan mengizinkan individu untuk mengambil tanggung
jawab dalam rangka memperbaiki cara yang mereka lakukan dalam pekerjaannya dan
memberi kontribusi terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Dengan demikian pemberdayaan (empowerment) merupakan salah satu cara pengembangan pegawai melalui
employe involvement, yaitu dengan
memberi wewenang dan tanggung jawab yang cukup untuk menyelesaikan tugas dan
pengambilan keputusan. Dengan pemberdayaan, pegawai akan menunjukkan lebih
mempunyai otonomi lebih berinisiatif, semakin produktif, dan hasil pekerjaannya
menjadi lebih berkualitas. Pemberdayaan (empowerment)
merupakan suatu peningkatan kemampuan (ability),
pengetahuan (knowledge), dan
keterampilan (skills), serta berbagai potensi yang sesungguhnya dimiliki
pegawai.
B.
Pengertian Stres
Stres mempunyai arti yang berbeda bagi setiap
individu. Stres merupakan suatu hal yang menyangkut interaksi antara seseorang
dan lingkungannya, interaksi yaitu interaksi antara lingkungan sebagai stimulus
dan individu sebagai respon, stres merupakan konsekuensi dari interaksi
tersebut, situasi, peristiwa, atau tindakan yang secara potensial dapat
menganggu atau dapat menimbulkan stres yang disebut stressor.
Stres juga merupakan kondisi ketegangan yang
berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang.
Berikut ini ada beberapa pendapat dari para ahli
mengenai stres, yaitu:
a.
Panji Anoraga
(1992), mengatakan bahwa stres merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik
fisik maupun mental, suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan menganggu
dan mengakibatkan dirinya terancam. Tanggapan terhadap lingkungan ini berupa
ketegangan, jadi bukan tanggapan biasa.
b. Menurut Schuler
(202:189 dalam (http://id.wikipedia.org/wiki/Stres), stres adalah suatu kondisi yang dinamis saat
seorang individu dihadapkan pada peluang tuntutan, atau sumber daya terkait
dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan hasilnya dipandang tidak
pasti dan penting.
c.
Muhammad Surya
(1994) menyatakan bahwa stres merupakan suatu keadaan dimana seseorang
mengalami ketegangan karena adanya karena kondisi-kondisi yang memengaruhi
dirinya.
d.
T. Hani Handoko
(1994), melengkapi bahwa stres adalah suatu kondisi ketegangan yang memengaruhi
emosi, proses berpikir kondisi seseorang.
e.
Gibson, dkk
(1993), mengatakan bahwa stres adalah tanggapan yang dapat menyesuaikan diri
yang dipengaruhi oleh perbedaan individual dan atau proses psikologis.
f.
R.S Lazarus
(2003) (dalam George & Jones, 2008), mendefiniskan stres sebagai pengalaman
individu berupa peluang ataupun ancaman yang dipersepsi oleh individu sebagai
suatu hal yang penting dan juga dipersepsi bahwa kedua hal tersebut tidak dapat
ditangani secara efektif.
g. Sedangkan J.P
Chaplin (1999) mendefiniskan stres sebagai kata benda “ suatu keadaan tertekan,
baik secara fisik maupun psikologi.” Sedangkan makna stres sebagai kata kerja
adalah “memberikan tekanan atau ketegasan dalam cara berbicara atau cara
menulis.”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres adalah
suatu keadaan seseorang di mana kondisi fisik dan/atau psikisnya terkena
gangguan dari dalam atau luar dirinya sehingga mengakibatkan ketegangan dan
menyebabkan munculnya perilaku tidak biasa (yang dikategorikan menyimpang) baik
fisik, sosial maupun psikisnya.
·
Sumber-sumber
stres
Stres dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain yang berasal dari, yaitu:
a.
Faktor pekerjaan
b.
Faktor non
pekerjaan
c.
Faktor dari
pribadi seseorang
Adam I. Indra Wijaya (1986) menyatakan bahwa secara
umum dapat dikatakan semua bidang dan aspek organisasi dapat menyebabkan
timbulnya tekanan psikologis bagi individu, seperti kepegawaian, tugas pokok,
fungsi, struktur organisasi, faktor-faktor yang bersifat pribadi seperti
perceraian, kematian keluarga dan sebagainya.
Pada dasarnya berbagai sumber stres dapat
digolongkan berasal dari pekerjaan dan dari luar pekerjaan seseorang. Berbagai
hal yang menjadi sumber stres yang berasal dari pekerjaan, seperti:
1.
beban tugas yang
terlalu berat,
2.
desakan waktu,
3.
penyeliaan yang
kurang baik,
4.
iklim kerja yang
menimbulkan rasa tidak aman,
5. ketidakseimbangan
antara wewenang dan tanggung jawab,
6. ketidakjelasan
peranan karyawan dalam keseluruhan kegiatan organisasi,
7. frustasi yang
ditimbulkan oleh intervensi pihak lain yang terlalu sering,
8.
konflik antara
karyawan dengan pihak lain di dalam dan di luar kelompok kerjanya,
9.
perbedaan sistem
nilai yang dianut oleh organisasi,
10.dan perubahan yang terjadi pada umumnya menimbulkan
rasa ketidakpastian.
Sedangkan situasi lingkungan di luar pekerjaan yang
bisa menjadi sumber stres, misalnya:
1.
Masalah keuangan
2.
Perilaku negatif
anak-anak
3.
Kehidupan
keluarga yang tidak harmonis
4.
Pindah tempat
tinggal
5.
Keluarga
meninggal
6.
Kecelakaan
7.
Penyakit yang
gawat
C.
Pengertian
Konflik
Konflik berasal dari bahasa Latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuat tidak berdaya.
Menurut Robbins & Judge (2011) konflik merupakan
suatu proses yang dimulai ketika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah
dipengaruhi secara negatif, atau tentang memegaruhi secara negatif, tentang
sesuatu yang diketahui pihak pertama.
McShame & Von Glinow (2010) mendefinisikn
konflik sebagai suatu proses dimana satu pihak merasa bahwa kepentingannya
ditentang atau dipengaruhi secara negatif oleh pihak lain.
Sedangkan Kreitner dan Kinicki (2010) mengatakan
bahwa konflik sebagai suatu proses di mana satu pihak merasa bahwa
kepentingannya telah ditentang atau dipengaruhi secara negatif oleh pihak lain.
Menurutnya konflik dapat bersifat positif atau negatif tergantung pada sifat
dan interaksinya, Kreitner dan Kinicki
menggambarkan konflik sebagai suatu kontinum.
Dapat disimpulkan dari pendapat para ahli di atas
bahwa konflik adalah proses atau hasil interaksi di mana pihak pertama merasa
bahwa kepentingannya ditentang atau dipengaruhi secara negatif oleh pihak
lainnya.
·
Jenis-jenis
Konflik
Konflik terdiri dari empat jenis, yaitu:
1.
Intrapersonal conflict, yaitu konflik yang terjadi dalam diri sendiri.
Konflik dapat berupa emosi maupun nilai-nilai dalam kehidupan, misalnya ketika
kita merasa bimbang dalam memilih antara berkata jujur atau berbohong.
2.
Interpersonal conflict, yaitu konflik yang terjadi dengan orang lain,
misalnya dalam hubungan antara suami dan istri.
3.
Intergrup conflict,
yaitu konflik yang terjadi antar kelompok, misalnya antara manajemen dan
serikat pekerja.
Berdasarkan fungsinya, konflik dibagi menjadi dua
macam yaitu:
1. Konflik
fungsional (functional conflict)
adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok dan memperbaiki kinerja
kelompok.
2.
Konflik
disfungsional (dysfunctional conflict)
adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Sementara
dilihat dari posisi seseorang dalam struktur tim kerja, konflik dapat dibagi
menjadi empat jenis, yaitu:
1. Konflik
vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara pegawai yang memiliki kedudukan
yang tidak sama dalam tim kerja. Misalnya antara atasan dan bawahan.
2. Konflik
horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki kedudukan
yang sama atau setingkat dalam tim kerja. Misalnya konflik antar pegawai/antar
departemen yang setingkat.
3. Konflik
garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara pegawai lini yang biasanya
memegang posisi komando dengan pejabat staf yang berfungsi sebagai penasehat
dalam tim kerja.
4. Konflik peran,
yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran
yang saling bertentangan.
·
Proses-proses
Konflik
Konflik merupakan proses yang dinamis, bukan kondisi
statis. Konflik memiliki awal dan melalui banyak tahap sebelum berakhir. Berikut
ini proses-proses suatu konflik, yaitu:
a. Antecedent conditions atau latent
conflict, merupakan kondisi yang berpotensi untuk menyebabkan atau
mengawali sebuah episode konflik. Terkadang tindakan agresi dapat mengawali
proses konflik. Kondisi-kondisi yang mendahuli dapat terlihat tidak begitu
jelas di permukaan. Konflik belum tentu muncul karena kedua belah pihak tidak
berkeras memenuhi keinginan masing-masing. Disinilah konflik bersifat laten,
yaitu berpotensi untuk muncul, tetapi dalam kenyataannya tidak terjadi.
b.
Perceived conflict. Agar konflik dapat berlanjut, kedua belah pihak baru
menyadari bahwa mereka dalam keadaan terancam dalam batas-batas tertentu. Tanpa
rasa terancam ini, salah satu pihak dapat melakukan sesuatu yang berakibat
negatif bagi pihak lain, tetapi tidak didasari sebagai ancaman.
c. Felt conflict.
Persepsi berkaitan erat dengan perasaan karena itulah jika orang merasakan
adanya perselisihan baik secara aktual maupun potensial ketegangan, frustasi,
rasa marah, rasa takut, maupun kegusaran akan bertambah. Disinilah mulai
diragukan kepercayaan terhadap pihak lain, sehingga segala sesuatu dianggap
sebagai ancaman, dan orang mulai berpikir bagaimana untuk mengatasi situasi dan
ancaman tersebut.
d. Manifest conflict.
Persepsi dan perasaan menyebabkan orang untuk bereaksi terhadap situasi yang
sama. Begitu banyak bentuk reaksi yang mungkin muncul pada tahap ini adalah
berbagai argumentasi, tindakan agresif atau bahkan munculnya niat baik yang
menghasilkan penyelesaian masalah yang konstruktif.
e. Conflict resolution atau suppression.
Conflict resolution atau hasil suatu konflik dapat muncul dalam berbagai
cara. Kedua belah pihak mungkin mencapai persetujuan yag mengakhiri konflik
tersebut.
f.
Conflict alternatif. Ketika konflik terselesaikan, tetap ada perasaan
yang tertinggal. Terkadang perasaan lega dan harmoni yang terjadi, seperti
ketika kebijaksanaan baru yang dihasilkan dapat menjernihkan persoalan diantara
kedua belah pihak dan dapat menimbulkan konflik-konflik yang dapat terjadi di
masa yang akan datang.
Contoh kasus yang berkaitan dengan stres dan
konflik, serta solusinya:
Setiap tim kerja dalam suatu organisasi, memiliki
karakteristik pribadi yang menyebabkan individu mempunyai keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda antara
individu yang satu dengan yang lain. Misalnya kasus yang terjadi dalam suatu
tim kerja, dimana terdapat seorang individu (pemimpin) yang sangat otoriter,
tidak menghargai orang lain bahkan sering menganggap orang lain rendah
(bersikap semena-mena). Hal tersebut dapat menjadi sumber konflik yang
potensial. Jika para anggota tim kerja maupun pegawai menyadari akan hal itu,
maka akan muncul persepsi bahwa dalam suatu kelompok tersebut terjadi konflik.
Kemudian jika individu terlibat secara emosional, mereka akan merasa cemas,
tidak nyaman, frustasi, tegang atau muncul sikap bermusuhan bahkan akan
menimbulkan stres.
Dengan demikian individu yang dipimpin oleh orang yang
memiliki kepribadian yang otoriter dan tidak mau menghargai orang lain akan
menimbulkan pertentangan. Individu tersebut akan merasa sulit untuk menerima
sikap otoriter pemimpinnya itu sehingga akan menimbulkan konflik pada dirinya
sendiri, mereka dapat merasa stres bila mendapat pimpinan dari seorang atasan
yang semena-mena, otoriter dan menganggap rendah bawahannya, juga tidak mau
mengahargai pekerjaan setiap bawahannya.
Solusi yang tepat dalam kasus ini adalah sebaiknya
diperlukan manejemen pengelolaan konflik dan membangun kerja sama antar tim
yang baik dengan komunikasi interpersonal (antar pribadi) yang efektif.
Mengelola sebuah konflik tidak berarti harus menghindari konflik tersebut.
Misalnya masing-masing anggota tim harus berusaha mempertahankan setiap
apirasinya dan mampu menghormati pendapat atasan maupun bawahannya atau anggota
tim kerja yang lain.
Antara atasan dan bawahan juga harus saling
mendukung dan menciptakan hubungan kerja yang baik dengan cara diawali dengan
kemampuan komunikasi yang efektif, sehingga antara atasan dan bawahan tidak ada
pembatas yang jelas atau dapat bersikap otoriter dan semena-mena terhadap orang
lain, dan setiap individu tidak akan mengalami stres, frustasi ataupun
ketegangan akibat kesenjangan dalam struktur organisasi antara pimpinan ataupun
bawahan.
II.
Komunikasi Dalam
Manajemen
A.
Pengertian
Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari kata Latin communicatio dan bersumber dari kata communis. Dalam komunikasi yang
melibatkan dua orang, komunikasi berlangsung apabila adanya kesamaan makna
(Effendy, 2004).
Berikut ini pengertian komunikasi menurut pendapat
berbagai ahli, yaitu:
a. Komunikasi
adalah proses dengan mana informasi dan arti atau makna ditransfer dari sender kepada receiver (Colquitt, LePine
& Wesson, 2011).
b. Komunikasi
menunjukkan pada proses dengan mana informasi dikirimkan dan di pahami diantara
dua orang atau lebih (McShane & Von Glinov, 2010).
c. Stoner et. Al
(1996) mendefinisikan bahwa komunikasi adalah proses yang dipergunakan oleh
manusia untuk mencari kesamaan arti melalui transmisi pesan simbolik.
d. Koontz, et. Al.
(1990) mendefinisikan bahwa komunikasi sebagai penyampaian informasi dari
pengirim kepada penerima informasi dan dapat dipahami secara jjelas oleh
penerima informasi tersebut.
e. Bonnie D.
Phillips (1983) mengatakan bahwa communication
is broadly as an act or instance of transmitting.
f. Sedangkan
menurut Greenberg & Baron (2003) komunikasi adalah proses dimana seseorang,
kelompok, atau organisasi sebagai the
sender mengirimkan beberapa tipe informasi sebagai the mesasage kepada orang, kelompok, atau organisasi lain sebagai the receiver.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada
hakikatnya komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari satu pihak baik
individu, kelompok, atau organisasi sebagai sender
kepada pihak lain sebagai the
receiver untuk memahami dan terbuka peluang memberikan respon balik kepada sender.
Berdasarkan pengertian di atas, kegiatan komunikasi
melibatkan dua pihak antara lain pengirim pesan dan penerima pesan. Agar
komunikasi efektif, kedua belah pihak harus mempunyai keterampilan. Pengirim
pesan (sender) berupaya agar pesan
yang ingin disampaikan dapat dengan jelas dan mudah dipahami oleh penerima
pesan.
B.
Proses
Komunikasi
Secara umum, tahapan dalam proses komunikasi
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sender,
yaitu individu, kelompok atau organisasi yang menginginkan dan menyampaikan
pesan kepada individu, kelompok atau organisasi lain, yaitu receiver.
2.
Encoding adalah
menerjemahkan pemikiran tentang apa yang ingin disampaikan ke dalam kode atau
bahasa yang dapat dimengerti orang lain. Ini membentuk dasar dan message atau pesan. Kemudian perlu
memilih saluran yang dipergunakan untuk membagikan pesan.
3.
Message,
adalah pesan yang merupakan informasi yang ingin disampaikan sender kepada receiver.
4. Channel atau
medium, merupakan saluran yang akan
dipakai untuk menyampaikan pesan. Variasi saluran komunikasi sangat banyak dan
berjenjang tingkat kekuatan komunikasi.
5. Decoding, memecahkan
sandi, merupakan proses menginterpretasikan
dan membuat masuk akal suatu pesan yang diterima receiver.
6. Receiver
adalah orang, kelompok atau organisasi kepada siapa pesan dimaksudkan untuk
diterima. Kemudian receiver menciptakan
arti dari pesan yang diterimanya.
7. Noise,
merupakan sesuatu yang menganggu terhadap penyampaian dan pemahaman terhadap
pesan. Ini dapat memengaruhi setiap bagian dari proses komunikasi. Merupakan
faktor yang dapat memahami kejelasan pesan pada setiap titik selama proses
komunikasi.
8. Feedback,
merupakan pengetahuan tentang dampak pesan pada receiver dan menimbulkan reaksi receiver
disampaikan kepada sender.
Proses komunikasi yang dikemukakan Colquitt, LePine
& Wesson (2011) pada dasarnya sama. Perbedaaanya hanya pada awalnya sender mendapat informasi dan pada
akhirnya receiver menghasilkan
pemahaman, understanding.
Dari berbagai literatur tentang komunikasi diketahui
bahwa pada intinya seluruh proses komunikasi menyangkut hal-hail sebagai
berikut yaitu adanya pihak yang terlibat yaitu subjek komunikasi sebagai sumber
dan objek komunikasi sebagai sasaran komunikasi, adanya “pesan” yang hendak
disampaikan oleh subjek kepada objek, pemilihan cara/metode yang digunakan
subjek untuk menyampaikan pessan, pemahaman metode penyampaian pesan oleh
objek, penerimaan oleh objek dan umpan balik dari objek ke subjek.
C.
Hambatan
Komunikasi
Berbagai hambatan dalam komunikasi diantaranya,
yaitu:
1. Filtering. Menunjukkan
bahwa sender secara sengaja
memanipulasi informasi sehingga receiver akan
melihat lebih favorable. Manajer yang
memberi tahu atasan apa yang dirasakannya, apa yang di dengar oleh pemimpin.
Dengan kata lain, sender menyaring
pesan yag disampaikan hanya yang menyenangkan atasan.
2. Selective Perception. Receiver dalam proses komunikasi secara selektif melihat dan
mendengar berdasarkan pada kebutuhan, pengalaman, latar belakang dan
karakteristik personal lainnya. Receiver memilih pesan yang diterima
hanya yang diperlukan atau menguntungkannya.
3. Information Overload. Individu mempunyai kapasitas terbatas untuk
memproses data. Apabila informasi yang kita kerjakan melebihi kapasitas
memproses, hasilnya adalah information
overoad.
4. Emotions. Kita
dapat menginterpretasikan pesan yang sama secara berbeda. Emosi yang ekstrem
seperti kegirangan atau depresi mungkin menghalangi komunikasi yang efektif.
5. Languange. Ketika
kita melakukan komunikasi dengan bahasa yang sama, kata berarti berbeda bagi
orang yang berbeda. Umur dan konteks merupakan faktor terbesar yang memengaruhi
perbedaan tersebut.
6. Silence. Mudah
untuk mengabaikan silence atau
kekurangan komunikasi dengan tepat karena didefinisikan oleh ketiadaan
informasi. Apabila pekerja diam berarti manajer kekurangan informasi tentang
masalah operasional yang sedang berjalan. Manajer yang diam tentang masalah
penting juga mengalami stres psikologi.
7. Communication Apprehension. Diperkirakan 5-20 % penduduk menderita pelemahan
pengertian komunikasi atau kegelisahan sosial. Orang ini mengalami ketegangan
yang tidak semestinya. Mereka sangat sulit berbicara dengan orang lain secara
tatap muka atau menjadi sangat cemas ketika harus menggunakan telepon dan
sebaliknya mengandalkan pada memo atau fax meskipun telepon akan lebih cepat
dan lebih sesuai.
8. Gender Differences. Pembicaraan cenderung dipergunakan oleh pria untuk
menekankan status, sedang wanita cenderung menggunakannya untuk menciptakan
hubungan. Bagi banyak pria, percakapan sebagai alat untuk memelihara kebebasan
dan menjaga status dalam hierarki sosial. Bagi banyak wanita, percakapan adalah
negosiasi untuk kedekatan dimana orang berusaha mencari atau memberi informasi
dan dukungan.
9. Politically Correct Communication. Menjadi tidak efensif dimana makna dan
penyederhanaan hilang atau kebebasan berekspresi dirintangi.
10. Personal
Barriers. Menunjukkan setiap
atribut individual yang menghindari komunikasi terdapat sembilan masalah yang
dapat menimbulkan mis-communication antara
lain yaitu variabel ketermpilan dalam berkomunikasi secara efektif, variasi
dalam bagaimana informasi diproses dan diinterpretasikan, variasi dalam
kepercayaan interpersonal, strereotip dan prasangka, besarnya ego, buruknya
keterampilan menyimak, kecenderungan alamiah mengevaluasi pesan orang lain,
ketidakmampuan menyimak dengan pemahaman dan komunikasi nonverbal.
11. Physical
Barriers. Hambatan fisik dapat
berupa suara, waktu, tempat dan lain-lain seperti perbedaan zona waktu,
gangguan saluran telepon, jarak dari orang lain dan komputer rusak.
12. Semantic
Barriers. Hambatan pengguna kata
yang tidak jelas atau ambigu. Misalnya pernyataan bahwa kami harus “segera”
menyelesaikan pekerjaan adalah tidak jelas. Segera dapat berarti hari ini,
besok pagi, minggu depan atau lainnya. Kata semantik juga dapat berupa jargon,
atau bahasa dan terminologi yang spesifik bagi profesi, kelompok atau
organisasi tertentu.
D.
Pengertian
Komunikasi Interpersonal Efektif dalam Organisasi
Komunikasi antarpribadi (interpersonal) adalah komunikasi yang dilakukan antar individu
dalam masyarakat terntentu dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami untuk
mencapai tujuan tertentu. Komunikasi antarpribadi atau yang disebut dengan interpersonal communication biasa
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari misalnya komunikasi yang dilakukan dalam
satu keluarga, antar teman, antar tetangga, atau dengan rekan sekerja dalam
suatu organisasi untuk mencapai tujuan tertentu.
Kualitas komunikasi interpersonal dalam organisasi
sangat penting. Orang dengan keterampilan komunikasi yang baik dan efektif
dapat membantu kelompok maupun organisasi dalam membuat lebih banyak keputusan
inovatif dan dipromosikan lebih sering daripada individu dengan kemampuan
kurang berkembang.
Dalam suatu organisasi, komunikasi interpersonal
sering digunakan antar sesama anggota organisasi secara informal baik antar
atasan dengan bawahan maupun sesama anggota yang setingkat. Oleh karena itu,
dalam komunikasi interpersonal efektif dalam artian bila penyampaian pesan
dilakukan secara informal dengan menggunakan bahasa yang sangat sederhana
sehingga mudah dipahami oleh kedua belah pihak.
Kemampuan berkomunikasi secara efektif dalam situasi
spesifik, oleh Krietner dan Kinicki (2010) dinamakan communication competence, kompetensi komunikasi.
Komunikasi interpersonal yang efektif tergantung
pada kemampuan sender menyampaikan
keseluruhan pesan dan kinerja receiver sebagai
active listener, pendengar atau
penyimak aktif.
a.
Getting your message across. Komunikasi yang efektif terjadi ketika orang lain
menerima dan memahami pesan yang disampaikan. Untuk menyampaikan tugas sulit
ini sender harus belajar empati pada receiver, mengulang berita, memilih
waktu yang tepat untuk melakukan percakapan dan menjadi lebih deskriptif
daripada evaluatif.
b.
Active listening.
Merupakan suatu proses untuk secara aktif merasakan sinyal sender, mengevaluasi secara akurat dan merespon dimaksudkan dan
mengusahakan umpan balik yang tepat dan pada waktunya kepada sender.
E.
Model Pengolahan
Informasi dalam Komunikasi
Model-model pembelajaran pengolahan informasi yang
pada dasarnya menitikberatkan pada cara-cara memperkuat dorongan internal
manusia untuk memahami dunia dengan cara menggali dan mengorganisasi data, merasakan
adanya masalah dan mengupayakan jalan pemecahannya, sera mengembangkan bahasa
untuk mengungkapkan.
Beberapa model dalam kelompok ini memberikan
sejumlah konsep, sebagaian lagi menitikberatkan pada pembentukan konsep dan
pengetesan analisis dan sebagian lainnya memusatkan perhatian pada pengembangan
kemampuan kreatif. Beberapa model sengaja dirancang untuk memperkuat kemampuan
intelektual umum, diantaranya yaitu pencapaian konsep (concept attainment), berpikir induktif (inductive thinking), latihan penelitian (inquiry training), pemandu awal (advance organizers), memorisasi (memorization), pengembangan intelek (developing intellect) dan penelitian ilmiah (scientific inquiry).
Ada empat model pengolahan informasi, antara lain:
1. Rational
yaitu pemodelan secara visual yang memiliki banyak kemampuan (powerful) untuk pembentukan sistem berorientasi objek.
2.
Limited capacity yaitu
merupakan kapasitas pengolahan informasi terbatas kepada tujuan manipulasi
sebuah subset informasi yang tersedia.
3.
Expert yaitu
keahlian yang dibutuhkan dalam pengolahan informasi yang mungkin tersedia.
4. Cybernetic merupakan
teori sistem pengontrol yang didasarkan pada komunikasi antara sistem dan lingkungan
dan antar sistem, umpan balik (feedback)
sebagai pengontrol dari sistem yang berfungsi dengan memperhatikan lingkungan.
F.
Interaktif
Manajemen dalam Komunikasi
Sebuah model/cara atau teknik yang digunakan saat
menyajikan berbagai informasi secara interaktif. Model interaktif manajemen dalam
komunikasi mencakup:
a.
Confidence. Dalam
manajemen timbulnya suatu interaksi karenea adanya rasa nyaman. Kenyamanan tersebut
dapat membuat suatu organisasi bertahan lama dan menimbulkan suatu kepercayaan
dan penegertian.
b.
Immediacy.
Model organisasi yang membuat suatu organisasi tersebut menjadi segar dan tidak
membosankan.
c. Interaction management. Adanya berbagai interaksi dalam manajemen seperti
mendegarkan dan juga menjelaskan kepada berbagai pihak yang bersangkutan.
d. Expressiveness.
Mengembangkan suatu komitmen dalam suatu organisasi dengan berbagai macam
ekspresi perilaku.
e.
Other-orientation. Dalam suatu manajemen organisasi berorientasi pada
pegawai.
Daftar Pustaka :
Bangun, Wilson. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga.
Effendy, O.U. (1996). Sistem Informasi Manjemen. Bandung: Mandar Maju.
Kadarisman, M. (2012). Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Mulyana, Deddy. (2005). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Siagian, Sondang P. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sinambela, Lijan Poltak. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Triatna, Cepi. (2015). Perilaku Organisasi dalam Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Wibowo. (2016). Perilaku
dalam Organisasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
sukses ya gan :>))
BalasHapustitip link yahm dan salam kenal :))