1.
Hubungan
Interpersonal
A.
Model-model
Hubungan Interpersonal
Hubungan
interpersonal adalah dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar
menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya.
Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content melainkan
juga menentukan relationship. Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat
menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk
mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi
dirinya; sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.
Hubungan interpersonal mempunyai 4 model yang diantaranya meliputi :
1)
Model pertukaran sosial (social exchange model).
Hubungan
interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi
karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan
tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat
negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).
2)
Model peranan (role model).
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap
orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan
dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role
expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role
skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada
kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan
peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan
tertentu.
3)
Model permainan
(games people play model).
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan
bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan.
Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu, Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku
yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua). Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara
rasional) dan Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan
pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas,
kreativitas dan kesenangan).
4)
Model Interaksional (interacsional model).
Model ini
memandang hubungann interpersonal sebagai suatu sistem . Setiap sistem memiliki
sifat struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini menggabungkan
model pertukaran, peranan dan permainan.
B.
Memulai
Hubungan
Tak
dapat dipungkiri bahwa ketertarikan fisik merupakan salah satu faktor utama
seseorang timbul rasa ingin memulai hubungan. Pembentukan kesan pertama membuat
individu ingin memulai hubungan interpersonal. Adapun tahap-tahap dalam hubungan interpersonal yakni
meliputi
:
1) Pembentukan.
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti
telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, “fase
kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi
dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya
identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. Bila mereka merasa ada kesamaan,
mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang
dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan
keluarga dan sebagainya. Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat
dikelompokkan pada tujuh kategori yaitu, informasi demografis, sikap dan
pendapat (tentang orang atau objek), rencana yang akan datang, kepribadian, perilaku pada masa lalu, orang lain
serta, hobi dan minat.
2). Peneguhan Hubungan.
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah.
Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan
tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor
penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu:
b. Kontrol (kesepakatan
antara kedua belah pihak yang melakukan komunikasi dan menentukan siapakah yang
lebih dominan didalam komunikasi tersebut).
c. Respon yang tepat (feedback atau umpan balik
yang akan terima jangan sampai komunikator salah memberikan informasi sehingga
komunikan tidak mampu memberikan feedback yang tepat).
d. Nada emosional yang tepat (keserasian suasana
emosi saat komunikasi sedang berlangsung).
C.
Hubungan
Peran
1)
Model peran
Menganggap
hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus
memerankan peranannya sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat.
Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai
dengan peranannya.
2) Model Interaksional
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap
sistem memiliki sifat-sifat strukural, integratif dan medan. Semua sistem
terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan bertindak bersama
sebagai suatu kesatuan. Pemutusan Hubungan Menurut R.D. Nye dalam bukunya yang
berjudul Conflict Among Humans,
setidaknya ada lima sumber konflik yang dapat menyebabkan pemutusan hubungan,
yaitu:
A. Kompetisi, dimana salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu dengan
mengorbankan orang lain. Misalnya, menunjukkan kelebihan dalam bidang tertentu
dengan merendahkan orang lain
B. Dominasi, dimana salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak lainsehingga
orang tersebut merasakan hak-haknya dilanggar.
C. Kegagalan, dimana masing-masing berusaha menyalahkan yang lain apabila
tujuan bersama tidak tercapai.
D. Provokasi, dimana salah satu pihak terus-menerus berbuat sesuatu yang ia
ketahui menyinggung perasaan yang lain.
E.
Perbedaan
nilai, dimana kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang mereka anut.
D.
Intimasi
& Hubungan Pribadi
Shadily dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai
kelekatan yang kuat yang didasarkan oleh saling percaya dan kekeluargaan. Kemudian Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai
bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan
kebutuhannya terhadap orang lain.
Steinberg
(1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional
antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan
untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat
sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama. Intimasi dapat
dilakukan terhadap teman atau kekasih. Menurut teori Steinberg yakni subteori
segitiga cinta (triangular sub theory of love) pola cita berkisar pada
keseimbangan antara 3 elemen yakni : keintiman, gairah dan komitmen. Keintiman
(intimacy), unsur emosional yang melibatkan pengungkapan diri, yang
mengarah kepada ketertarikan, kehangatan dan rasa percaya. Jika intimacy,
passion dan commitment terpenuhi maka sebuah hubungan akan menjadi
sempurna karena diliputi oleh cinta yang menyeluruh (consummate love).
Sedangkan
menurut Atwater (1983)
mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu
hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan
antara dua orang yang diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah
pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang
terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang
penuh makna untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui
saling berbagi dan membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta
kemampuan untuk merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
E.
Intimasi
& Pertumbuhan
Intimacy
tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta. Keintiman berarti proses menyatakan
siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Cinta ada ketika individu
telah mengenal dirinya sendiri sebagai suatu identitas. Namun kenyataanya takut
akan terikat dengan komitmen menjadi hal yang paling banyak dialami oleh orang
pada tahap ini sehingga menimbulkan perilaku isolasi.
Intimasi
juga dibutuhkan dalam proses pertumbuhan. Mengapa? Karena dengan mendapatkan
perasaan kedekatan, didukung segala aktivitas baik yang dikerjakan, diberi
kebebasan untuk dapat mengutarakan apa yang sedang dirasakan yang dibagi juga
ke orang lain, serta memiliki perasaan dicintai itu semua memang komponen yang
nantinya akan saling melengkapi dengan baik akan membentu proses pertumbuhan
pada anak. Dimana keluarga dengan intimasi yang baik akan menciptakan suasana
yang kondusif untuk mendukung tumbuh kembang anak – anak.
Cinta itu
semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan. Cinta adanya di dalam lubuk hati,
ketika dapat menahan keinginan dan harapan yang lebih. Ketika pengharapan dan
keinginan yang berlebih akan cinta, maka yang didapat adalah kehampaan... tiada
sesuatupun yang didapat, dan tidak dapat dimundurkan kembali. Waktu dan masa
tidak dapat diputar mundur. Terimalah cinta apa adanya.
Perkawinan
adalah kelanjutan dari Cinta. Adalah proses mendapatkan kesempatan, ketika kamu
mencari yang terbaik diantara pilihan yang ada, maka akan mengurangi kesempatan
untuk mendapatkannya, Ketika kesempurnaan ingin kau dapatkan, maka sia2lah
waktumu dalam mendapatkan perkawinan itu, karena, sebenarnya kesempurnaan itu
hampa adanya.
A.
Memilih
Pasangan
Memilih pasangan hidup bukanlah perkara mudah. Pasalnya, banyak orang yang
merasa tidak sreg ketika mereka ditawari untuk memilih suami atau memilih
istri, tak seperti memilih pacar yang bisa dengan mudah dilakukan. Menurut
mereka, pasangan hidup adalah orang yang diajak untuk susah senang bersama,
yang diharapkan hanya akan ada yang pertama dan yang terakhir.Itu sebabnya
memilih pasangan hidup jauh lebih susah dibandingkan dengan memilih pekerjaan
atau tempat sekolah.
Dalam memilih pasangan hidup, baik bagi laki-laki
maupun perempuan keduanya memiliki hak untuk memilih yang paling tepat sebagai
pasangannya. Maka dari itu harus benar-benar diperhitungkan ketika memilih
pasangan yang baik. Bila ingin pintar, seseorang harus rajin belajar, bila
ingin kaya seseorang harus berhemat, begitu pula tentang pasangan hidup. Bila
menginginkan pasangan hidup yang baik maka kita juga harus baik. Tak ada
sesuatu di dunia ini yang untuk mendapatkannya tidak memerlukan pengorbanan.
Segala sesuatu ada harga-nya termasuk bila ingin mendapatkan pasangan hidup
yang baik. Ya, dimulai dari diri sendiri. Bila kita bercita-cita untuk
mendapatkan pasangan hidup yang baik, maka kita sendiri harus baik. Percayalah,
Tuhan telah memasangkan manusia sesuai dengan karakter dan derajat mereka
masing-masing. Manusia yang baik hanyalah untuk manusia yang baik pula, begitu
pula sebaliknya.
Banyak orang yang pikirannya terlalu pendek dalam perkara ini sehingga
gagal dalam pernikahannya. Prinsipnya adalah jika kita hanya berpedoman pada
hal-hal yang sifatnya duniawi (kecantikan dan kekayaan) maka akan sangat sulit
dalam menjalani hari-hari berumah tangga nantinya. Karena semua itu sifatnya
hanya sementara dan sangat mudah berubah. Jadi, jika jatuh cinta hanya karena
melihat dari segi kecantikan/ketampanan dan atau kekayaan, maka cinta tersebut
akan sangat mudah berkurang bahkan hilang. Jika kita memang cinta pada
seseorang maka lahirlah ketampanan/kecantikan, bukan sebaliknya. Berikutnya
adalah tentang masalah fisik. Banyak yang berkata bahwa wanita cantik hanya
pantas untuk laki-laki tampan, begitu pula sebaliknya. Dan apa yang terjadi
ketika teman kita yang mungkin tak begitu cantik mendapatkan suami yang tampan
dan juga kaya, maka kita biasanya akan protes. Kita merasa bahwa dirinya tak
pantas dan kitalah yang lebih pantas.
Inilah yang menutupi rezeki kita. Perasaan iri dan dengki menutupi rezeki
kita untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Orang yang hatinya dipenuhi
penyakit hati biasanya akan memancarkan aura negatif. Sebaliknya, orang yang
hatinya bersih maka aura positiflah yang akan terpancar keluar dari dalam
jiwanya. Tentunya siapa pun pasti akan lebih memilih orang yang memiliki aura
positif daripada negatif. Lalu, mengingat pernikahan itu adalah sebuah
investasi jangka panjang maka kita juga harus melihat calon pasangan kita dalam
jangka panjang. Bolehlah jika dia saat ini belum sukses, belum kaya, belum
pintar, tetapi ketika ada potensi di masa depan dia akan menjadi lebih baik
maka mengapa tidak??? Daripada kita hanya melihat kondisi dia saat ini tetapi
di masa depan justru punya potensi akan meninggalkan kita. Betapa banyak wanita
yang menikah hanya karena melihat prianya saat ini tampan dan betapa banyak
wanita yang menikah karena hanya melihat wanitanya saat ini cantik. Mereka
tidak sadar bahwa 10 tahun lagi bisa jadi ketampanan/kecantikan tersebut sudah
pudar. Adapun bila kita dihadapkan suatu pilihan lebih dari satu, tentu
sewajarnya seorang akan memilih yang terbaik baginya, meskipun pilihan terbaik
baginya tidak selalu identik dengan pilihan yang terbaik bagi umum, karena
seseorang tentu memiliki pertimbangan yang sangat khusus yang tidak dimiliki
oleh orang lain.
Maka, ketika
sedang memilih calon pasangan , bukalah mata lebar-lebar. Lihatlah dia secara
utuh. Kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang dia, terutama
kekurangannya. Karena saya yakin, kelebihan dari pasangan akan dengan mudah
kita terima tetapi kekurangan? Tanyakanlah pada diri sendiri, mumpung belum
akad nikah, apakah siap menerima kekurangan-kekurangan tersebut?
Terakhir,
lihatlah dia tidak hanya di masa sekarang tetapi juga potensinya di masa depan.
Tahukah kalian bedanya anak-anak dan dewasa? Anak-anak hanya berfikir apa yang
ada sekarang sementara orang dewasa berfikir lebih jauh ke depan. Pernikahan
adalah urusannya orang dewasa maka berfikirlah dewasa.
B.
Hubungan
dalam Perkawinan
Dawn J. Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan juga marriage and
relationship educator and coach, dia mengatakan bahwa ada lima tahap
perkembangan dalam kehidupan perkawinan. Hubungan dalam pernikahan bisa
berkembang dalam tahapan yang bisa diduga sebelumnya. Namun perubahan dari satu
tahap ke tahap berikut memang tidak terjadi secara mencolok dan tak memiliki
patokan batas waktu yang pasti. Bisa jadi antara pasangan suami-istri,
yang satu dengan yang lain, memiliki waktu berbeda saat menghadapi dan melalui
tahapannya. Namun anda dan pasangan dapat saling merasakannya. Ada beberapa tahap dalam menjalin sebuah hubungan
dalam perkawinan, yaitu :
Tahap
pertama : Romantic Love. Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan
gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan.
Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam
situasi romantis dan penuh cinta.
Tahap kedua : Dissapointment or Distress. Masih menurut Dawn, di tahap ini pasangan suami istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya. Banyak pasangan di tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya.
Tahap ketiga : Knowledge and Awareness. Dawn mengungkapkan bahwa pasangan suami istri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan ini juga sibuk menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi. Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.
Tahap keempat : Transformation. Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.
Tahap kelima : Real Love. “Anda berdua akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn. Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
Lebih lanjut
Dawn menyarankan pula, “Jangan hancurkan hubungan pernikahan Anda dan pasangan
hanya karena merasa tak sesuai atau sulit memahami pasangan. Anda hanya perlu
sabar menjalani dan mengulang tahap perkembangan dalam pernikahan ini.
Jadikanlah kelanggengan pernikahan Anda berdua sebagai suatu hadiah berharga
bagi diri sendiri, pasangan, dan juga anak.
Ketika pasangan (suami/istri) kedapatan beberapa kali bersikap kurang
baik, anggap lah ini sebuah ladang amal sabar. Dan jangan sekali-kali berfikir
bahwa hasil dari istikharah ternyata gagal ketika suatu hari merasa sedikit
kesal mendapati kelakukan pasangan Anda sikapnya kurang baik, harusnya tetap
lah berfikir bahwa dia memang pilihan terbaik yang Alloh pilihkan.
Ketika
keadaannya seperti itu tadi, yang menjadi tantangan untuk Anda lakukan adalah
menunjukan sikap yang lebih baik dari dia, agar Anda menjadi contoh kebaikan
untuknya, karena tidak selesai hanya berharap saja dia harus lebih baik dari
Anda, tetapi kita harus melakukan sesuatu untuk menjadi jalan perubahan
untuknya. Karena bisa jadi begini, sekarang memang pasangan Anda belum baik,
tapi yakin lah bahwa suatu saat dia akan lebih baik dari Anda, kontribusi
motivasi dari Anda diperlukan juga untuknya.
Terjadinya
sebuah Ikatan tali pernikahan, tidak berarti semuanya menjadi serba cocok,
serba lancar dan jauh dari Masalah. Tidaklah begitu adanya, ada baiknya kita
perlu berfikir begini: "dia bukan aku dan aku bukan dia, aku adalah aku
begitu pun dia! tapi aku adalah bagian dari dia dan dia bagian dari aku. Karena
aku Mencintainya, jadi aku harus bisa memakluminya dan berusaha untuk terus
bersikap baik, lebih baik darinya hingga sikapku bisa menjadi contoh kebaikan
untuknya."
C.
Penyesuaian
& Pertumbuhan dalam Perkawinan
Perkawinan
tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat
mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak
diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan
dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi
dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam
perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan
serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang
diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi
karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada
hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini,
tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada
dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup
perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak
pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian.
Banyak yang
bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan
ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga
kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.
D.
Perceraian
& Perkawinan kembali
Pernikahan
bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya,
pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian
mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan
mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan
sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami.
Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang
berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu
untuk mengambil keputusan.
Apa yang
akan mempengaruhi peluang untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor.
Misalnya seorang wanita muda pun bisa memiliki kesempatan kurang dari menikah
lagi jika dia memiliki beberapa anak. Ada banyak faktor seperti faktor
pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai
manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi
terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati
untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda
mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena kegantengan, kelembutan
dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi sesuatu yang
biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya
tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai
menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang terus-menerus kita
lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi dalam
pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu
kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama.
Jika ingin
sukses dalam pernikahan baru, perlu menyadari tentang beberapa hal tertentu,
jangan biarkan kegagalan masa lalu mengecilkan hati. Menikah Kembali setelah
perceraian bisa menjadi pengalaman menarik. tinggalkan masa lalu dan berharap
untuk masa depan yang lebih baik.
E.
Alternatif
selain pernikahan
Ada banyak alasan untuk tetap melajang. Perkembangan jaman, perubahan
gaya hidup, kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum bertemu dengan pujaan
hati yang cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang kian marak, dan
berbagai alasan lainnya membuat seorang memilih untuk tetap hidup melajang. Batasan usia
untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan
meniti karir juga ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk
menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah
pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap
hidup melajang.
Persepsi
masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman,
juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang,
mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria
maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup
menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik. Alasan yang paling sering
dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin kebebasannya
dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati kebebasan bagaikan
burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi, tidak perlu meminta
ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan. Belum lagi jika
mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak
perusahaan lebih memilih karyawan yang masih berstatus lajang untuk mengisi
posisi tertentu. Pertimbangannya, para pelajang lebih dapat berkonsentrasi
terhadap pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan seorang tetap hidup melajang. Banyak
pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih
mendapat prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi
dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah
diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke
luar kota dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah
menikah. Kemapanan dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria
sering kali merasa kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah
pribadi. Sementara, perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa
hidup mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang
dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri.
Banyak yang
mengatakan seorang masih melajang karena terlalu banyak memilih atau ingin
mendapat pasangan yang sempurna sehingga sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan
adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan masa hidup kita
dengan seorang yang tidak kita cintai. Lebih baik terlambat menikah daripada
menikah akhirnya berakhir dengan perceraian. Lajang pun lebih mempunyai waktu
untuk dirinya sendiri, berpenampilan lebih baik, dan dapat melakukan kegiatan
hobi tanpa ada keberatan dari pasangan. Mereka bebas untuk melakukan acara
berwisata ke tempat yang disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang biasanya
terlihat lebih muda dari usia sebenarnya jika dibandingkan dengan teman-teman
yang berusia sama dengannya, tetapi telah menikah. Tidak dapat dipungkuri,
sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah, memiliki pasangan
untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang seumuran yang
telah memiliki sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka
belum menemukan pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah alasan mereka
untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang
adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati
hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah
menemukan seorang yang telah cocok di hati. Kehidupan melajang bukanlah sebuah
hal yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan
pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam
suka dan duka serta menghabiskan waktu bersama di hari tua. Arus modernisasi
dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati posisi yang setara
bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang mempunyai
penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan melajang,
terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup sendiri.
Daftar
Pustaka
Adhim, M. (2002. Indahnya Perkawinan Dini.
Jakarta : Gema Insani Press (GIP)
Aronson ,Elliot .(2005).social psychology .upper saddle river
:person prentice hall
Hall, S Calvin., Lindzey , Gardner.,
(2009). teori - teori psikodinamika. Yogyakarta : kanisius
Jalaluddin, R. (1998). Psikologi Komunikasi, Edisi 12. Bandung
: PT Remaja Rosdakarya Offset
Papalia, Olds & Feldman. (1998). Human
development (7th ed.). Boston : McGraw Hill
Komentar
Posting Komentar